Jumat, 29 Maret 2013

Sepotong Es Krim (cerpen)

Lima belas tahun yang lalu, aku dilahirkan dari sebuah keluarga yang sederhana. Mama dan Papa membesarkanku dengan penuh kasih sayang hingga aku tumbuh menjadi seoranganak yang nakal dan manja. Mereka selalu memperlakukanku seperti seorang bayi lima bulan walaupun aku sudah tumbuh menjadi anak berumur lima tahun. “Nisa, ayo pulang. Sudah siang segera makan!.” Teriak Mama dari kejauhan. Aku tak menghiraukannya karena aku merasa belum lapar. Namun beberapa saat kemudian terdengar lagi teriakan Mama dengan kata-kata yang sama, yaitu menyuruh makan. Aku tetap saja acuh tak acuh. Akhirnya mama dan papa datang, dengan sabar mereka membawa semangkuk makanan dan menyuapiku yang sedang asyik bermain. Saat itu kami adalah keluarga yang bahagia. Suatu hari, saat aku pulang dari bermain ku lihat Papa sedang memarahi mama. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah beberapa saat Papa keluar rumah. “Ma, kenapa akhir-akhir ini papa sering marah-marah?.” Tanyaku. Mama hanya diam saja. Tersirat wajah sedih mama. “Nis, ayo makan diluar sama Mama.” Kata mama lemah. Akupun mengangguk dan tersenyum memberi isyarat bahwa aku menerima ajakan mama. Sepertinya ini akan membuat mama lebih baik. Keesokan harinya ketika aku pulang sekolah. Hari ini sepertinya mama tidak bisa menjemputku, akhirnya aku memutuskan untuk pulang dengan jalan kaki. Setibanya dirumah, terdengar suara piring pecah sangat keras berulang-ulang. Apa yang terjadi sebenarnya? Dimana Mama dan Papa?. Aku bingung mencari mereka berdua. Akhirnya di pojok kamar aku menemukan mama duduk sembari menangis tersedu-sedu. Akupun mencoba untuk membersihkan air mata mama. Tiba-tiba mama memelukku. “Apa yang terjadi, Ma? Kenapa Mama menangis? Papa kemana?” tanyaku. Namun mama tetap diam saja. Mama selalu menyembunyikan sesuatu tentang papa dariku. Mungkin mama merasa aku masih terlalu kecil untuk mengetahui semua itu. Aku tetap terus berada dipelukan mama hingga aku dan mama tertidur. Sekitar pukul sembilan malam aku dan mama terbangun. Sampai saat itu juga papa masih tidak ada di rumah. Aku dan mama bingung kesana kemari mencari papa. Tapi hasilnya nihil. Karna hari sudah larut akhirnya kami memutuskan untuk tidur dan menunggu papa sampai pulang kerumah. Keesokan harinya papa masih juga belum pulang. Hingga beberapa hari akhirnya papa pulang. Dirumah papa dan mama benar-benar dingin. Suatu malam aku melihat papa dan mama akhirnya mau berbicara antara yang satu dengan yang lainnya. Tapi aku tidak tahu apa yang sebenarnya mereka bicarakan malam itu. Aku mencoba menguping tapi hasilnya nihil, aku tidak bisa mendengar apa-apa. Keesokan harinya papa sudah tidak ada dirumah lagi. Hatiku bertanya-tanya kemana papa? Apakah yang sebenarnya terjadi. Saat itu aku benar-benar merasa sedih. Rasanya kesepian tidak ada papa yang menemani bermain, hanya ada aku dan mama dirumah. Akhir-akhir ini mama juga aneh sikapnya. Mama terlihat sering melamun dan tiba-tiba menangis sendirian. Ingin rasanya aku bertanya, tapi nyaliku tidak cukup untuk melontarkan peranyaan-pertanyaan itu. Satu bulan kemudian. Pagi-pagi sekali mama bangun tidur dan berhias seperti akan berangkat kerja. “Nisa, banguun Nak. Ayo ikut Mama?” tanya mama. Akupun langsung terbangun . “Mau kemana Ma?” tanyaku. “Menemui papamu” jawab mama. Aku langsung tersentak dan bangun dari tempat tidurku karena bahagia. Aku pikir aku akan bertemu dengan papa dan kami berkumpul lagi seperti dulu. Setelah sampai di tempat tujuan, mama langsung menggandengku dan masuk kedalam ruangan. Sebelumnya aku tak pernah kesini. Tempat apa ini? mengapa banyak warna hijau disini? Mengapa banyak orang dewasa berwajah seram disini? Mengapa didepan sana ada seseorang yang membawa palu? Lalu mengapa papa disitu, duduk di kursi bersama wanita lain? Mengapa papa tidak duduk bersanding dengan mama?. Aku benar-benar tidak mengerti keadaanku sekarang. “Nisa capek? Kalau capek Nisa tidur disini saja, Nak.” Kata mama dengan lembut. Akupun menuruti apa yang diucapkan mama. Setelah beberapa saat aku tertidur juga akhirnya. Aku tidur beberapa jam, tiba-tiba mama menggendong dan mengajak aku pulang. dalam gendongan mama, sebenarnya aku hanya berpura-pura tidur. Dari kejauhan aku melihat papa juga pulang namun ke arah lain. Mengapa papa tidak ikut aku dan mama pulang? Di tengah perjalanan pulang aku melihat mama sedang menangis. Kali ini mama menangis tiada henti. Melihat mama seperti itu membuat aku ikut menangis meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Satu bulan lamanya aku dan mama tinggal hanya berdua dirumah. Setiap malam aku selalu menanti papa pulang, namun tak pernah berani menanyakan papa pada mama. “Nisa, mama kan tidak kerja sedangkan papa tidak pulang, uang tabungan mama tinggal sedikit. Bagaimana kalau kita pergi kerumah Budhe Rasmi di Bali? Disana enak nisa bisa makan enak terus setiap hari?” tanya mama dengan lembut. Sebagai anak yang penurut aku selalu mengiyakan tawaran mama. Akhirnya keesokan harinya aku dan mama pergi ke rumah budhe Rasmi di Bali. Di rumah budhe aku dan mama menjadi semakin dekat. Aku dan mama selalu tidur bersama, makan bersama, jalan bersama, apapun kami lakukan bersama. Tidak seperti biasanya, Ketika aku dan mama tidur bersama kali ini mama memberiku nasihat. “Nisa kan anak Mama yang paling cantik, nanti seumpama mama gak disini, kamu jangan nakal sama budhe ya, jangan suka bantah, jangan terlalu manja, jadi anak yang penurut, ya Nisa?”. “memangnya Mama mau kemana.” Tanyaku. “Mama gak kemana-mana kok Nisa sayang” jawab mama. Akupun hanya membalas jawaban mama dengan senyuman dan anggukan. Setelah itu kami tertidur pulas. Tidak seperti pagi biasanya, pagi ini mama sudah berdandan dan berpakaian rapi. Dalam keadaan masih mengantuk aku bertanya hendak kemana mama mau pergi? Dan mama menjawab bahwa mama hanya pergi ke Rumah sebentar untuk mengambil mainanku. Setelah itu aku tertidur lagi. Ketika aku aku sudah terbangun lagi, aku mencari mama. Di ruang tamu, di ruang tengah, di kamar, di dapur, dimana-mana sudah kuperiksa namun aku tidak menemukan mama. Dimana mama? Mengapa mama belum juga datang? Aku tidak mau sendirian disini, aku takut. Akupun mulai menangis. Tangisanku yang keras membuat budhe Rasmi mendengarnya. budhe Rasmi kebingungan dan akhirnya memanggil Kak Inka untuk membelikanku sepotong es krim. “Budhe, mama dimana. Huhuhu...” tanyaku sambil merengek. “Nisa, sudah ya jangan nangis lagi. Ini Budhe kasih es krim. Sebentar lagi mama pulang kok”. Jawab Budhe Rasmi. Seketika aku diam dan tidak menangis lagi. Berharap apa yang dikatakan Budhe Rasmi itu benar. Es krim pemberian budhe Rasmipun aku lahab hingga habis. Hari berubah menjadi malam, tetapi mama belum juga pulang. Aku mulai bingung dan terus bertanya kepada Budhe Rasmi mengapa mama belum juga pulang. Aku butuh mama, aku kangen mama. “Nita sayang, sebenarnya.... emm Nita jangan sedih ya... sebenarnya Mama Nita sekarang lagi nyari kerja biar punya uang dan bisa sekolahin Nisa sampe Nisa besar nanti. Soalnya Papa Nisa jahat sudah punya istri baru. Jadi Papa Nisa sudah gak mungkin lagi ngasih Mama Nisa uang. Dan rumah Nisa sekarang ditinggali Papa Nisa dan istri barunya. Maafkan Budhe ya, Nak. Tapi sebaiknya Nisa harus mengetahui semua ini” kata Budhe sambil menangis. “Budhe bohong, katanya mama mau pulang. Mama pulangnya kapan? terus apakah Nisa sekarang gak punya Papa dan Rumah lagiii?” aku mulai mengerti semua ini. mulai mengerti keadaanku yang sebenarnya. Saat itu juga aku menangis, menangis, dan menangis terus. Bahkan sepotong es krim sekalipun tak bisa menghentikan aku menangis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar